Banyuwangi – Banyuwangi punya program Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS) yang menargetkan penurunan angka stunting 50% pada 2024.
Selain upaya intervensi dari pemerintah, masyarakat sebenarnya bisa memanfaatkan pangan lokal untuk mengatasi masalah ini.
Stunting dan anemia adalah dua masalah gizi yang masih banyak ditemukan di Indonesia.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 21,6%, sementara Riskesdas 2018 mencatat 1 dari 3 anak Indonesia mengalami anemia.
Kedua masalah gizi ini tak boleh dianggap sepele karena berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia ke depannya. Salah satu wilayah yang berjuang mengatasi stunting dan menunjukkan perbaikan adalah Banyuwangi.
Dalam rangkaian Jelajah Gizi 2024 bersama Danone Indonesia (5/11/2024), Sugirah selaku Plt Bupati Banyuwangi menuturkan, “Pengentasan permasalahan stunting menjadi fokus kami di Banyuwangi.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur menargetkan penurunan angka stunting sebesar 50 persen pada 2024 sehingga berbagai inisiatif kami lakukan baik dari sisi edukasi maupun intervensi di lapangan untuk percepatan penanganan stunting.”
Sugirah menjelaskan salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan menggali potensi pangan lokal Banyuwangi.
Terlebih kabupaten di ujung timur Jawa ini punya ‘keuntungan’ dari sisi kekayaan alam yang dimiliki.
Banyuwangi merupakan kota pesisir dengan hasil pertanian, peternakan, dan laut yang melimpah.
Konsumsi protein hewani dan nabati pun sangat jamak terlihat dalam hidangan khasnya.
Banyak makanan Banyuwangi diolah dari ayam kampung, berbagai jenis ikan laut, telur ayam, hingga aneka sayuran untuk hidangan pecel dan soto.
Hal inilah yang membuat kekayaan pangan lokal Banyuwangi bisa dimanfaatkan untuk mengatasi stunting.
Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD selaku Pakar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor menjelaskan nutrisi pangan lokal Banyuwangi bisa diandalkan untuk mengatasi stunting dan anemia.
Makanan ini kaya protein, zat besi, hingga beragam vitamin dan mineral.
Salah satunya ayam kesrut yang menjadi menu di Srengenge Wetan, resto yang fokus menyajikan makanan tradisional Banyuwangi.
Pegawainya, Riyan menjelaskan ayam kesrut dibuat dari ayam kampung sebagai bahan utamanya.
Potongan ayam ini dimasak dengan bumbu asin dan asam sehingga sering disebut ‘uyah asem’ oleh warga lokal.
Rasa asamnya berasal dari penggunaan belimbing wuluh. Menu ini biasa disantap saat sarapan.
Prof. Ahmad mengatakan makan ayam kesrut bisa bantu memenuhi kebutuhan protein harian, bahkan dalam sekali makan.
“Misalnya untuk orang dengan berat badan 60 kg butuh 60 gram protein, itu bisa didapat dari sajian ini,” ujarnya.
Lewat program Jelajah Gizi yang dilaksanakan Danone Indonesia setiap tahun sejak 2013, Arif Mujahidin selaku Corporate Communication Director Danone Indonesia berharap program ini dapat terus mengedukasi masyarakat Indonesia.
“Program ini kami harapkan dapat mengedukasi masyarakat bahwa nutrisi harian anak dan keluarga dapat kita penuhi lewat pangan lokal yang terjangkau juga mudah kita temukan di lingkungan sekitar,” ujarnya yang turut hadir di Jelajah Gizi 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku Staf Khusus Badan Gizi Nasional juga memaparkan pendapatnya.
Ia menekankan pemenuhan gizi adalah hak anak yang tercantum dalam konvensi anak tahun 1992.
Definisi anak pun sudah disepakati di Indonesia.
“Ini diterjemahkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, dalam pasal 1 disebutkan anak adalah seseorang di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan hingga anak usia SMA berarti,” ujarnya.
Prof. Ikeu menjelaskan setiap anak punya hak untuk tumbuh, untuk hidup.
“Bukan sekadar hidup, tapi diteruskan. Anak harus bisa menikmati keberlanjutan hidup secara optimal dan maksimal.
Tak boleh lagi ada anak yang dilahirkan stunting atau berat badan rendah,” ujarnya.
Hal inilah yang melandasi lahirnya Program Makan Bergizi yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional. Program unggulan presiden terpilih Prabowo Subianto ini diakui Prof. Ikeu membutuhkan kolaborasi lintas sektoral.
“Kolaborasi sangat dibutuhkan seperti halnya tergambar dalam Jelajah Gizi 2024 yang memperlihatkan bagaimana semua sektor baik dari sisi pemerintah pusat, pemerintah lokal, akademisi, media bekerjasama dalam melakukan edukasi seputar pangan bernutrisi dan kekayaan pangan lokal di Banyuwangi,” tutupnya.(detik.com)