News

Aturan Upah Buruh Sering Berubah Buat Ketidakpastian

JAKARTA – Dalam 10 tahun terakhir, aturan upah buruh terus berubah dan membuat ketidakpastian serta turut menyulitkan pengusaha hingga investor. Kondisi tersebut mengakibatkan kontribusi pekerja formal terus menurun.

Sebaliknya, jumlah pekerja informal bisa meningkat.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan, Undang–Undang Ketenagakerjaan seharusnya melindungi pekerja dan dunia usaha serta memberikan jaminan bagi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Namun, dengan kerap bergantinya regulasi, justru menimbulkan ketidakpastian dan bahkan dapat berujung pada hilangnya lapangan pekerjaan.

“Dalam 10 tahun sudah 4 kali berubah. Artinya aturan upah buruh berubah setiap 2 tahun sekali.

Padahal, Indonesia membutuhkan setidaknya 3 juta lapangan pekerjaan baru di setiap tahunnya,” ujar dia saat menggelar jumpa pers soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja di Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam hal ini, MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait 21 tuntutan norma dalam UU Cipta Kerja.

Dari tuntutan tersebut, terdapat 71 poin yang terdiri dari tujuh klaster, yaitu mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan upah minimum, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).

Hal ini berdampak pada penghapusan klaster Ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja yang membuat Pemerintah harus menetapkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dalam waktu dua tahun.

Bob menegaskan, Apindo tidak anti kenaikan upah dan kesejahteran buruh.

Namun, kesejahteraan itu harus dibarengi dengan kenaikan produktivitas. Apindo juga menolak perusahaan diadu dengan pekerjanya dalam masalah upah.

Menurut dia, masalah upah harusnya diselesaikan di level perusahaan. “Upah minimum itu untuk masa kerja 0-1 tahun. Di negara lain tidak ada itu upah minimum,” kata dia.

Menurut Bob, keputusan itu turut mengguncang para pengusaha.

Sebab, pengusaha sudah menyiapkan anggaran upah minimum bagi pekerja sesuai dengan PP 51/2023.
“Apindo itu tidak hanya perusahaan besar, 90% anggota kami perusahaan kecil.

Sejak COVID-19 kita hadapi ujian, terpaan dari situasi yang tidak menguntungkan dan terus terang banyak yang nggak tertolong. Jadi kalau banyak sektor informal ini susah kami registrasinya,” jelas dia.

Bob memprediksi hal ini membuat kontribusi pekerja formal terus menurun. Sebaliknya, jumlah pekerja informal bisa meningkat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi pekerja formal per Agustus 2024 hanya 42,05%, sementara proporsi pekerja informal 57,95%.

“Kalau kita lihat struktur yang bekerja itu 60% adalah pekerja informal, yang perlindungan terhadap mereka minim, hanya 40% formal. Informal mungkin terus bertambah, jadi 65%,” ujar dia.

Putussan MK tersebut, kata Bob, juga dapat menghambat target Presiden Prabowo Subianto dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Keputusan MK akan sangat berdampak pada sektor padat karya, yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

Padat karya tidak hanya berfungsi sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga berperan dalam pemerataan hasil pembangunan.

“Kita enggak bisa hanya mengandalkan padat modal. Padat karya juga berdampak kepada multiplier effect dalam ekonomi kita,” ucap dia.

Bob menyebutkan bahwa negara-negara seperti Jepang, Korea, dan Taiwan pernah mencapai angka pertumbuhan 8% berkat kontribusi sektor manufaktur yang mayoritas dari industri padat karya.

Sebab ditopang oleh kontribusi manufaktur yang lebih dari 30% dari industri itu adalah padat karya.

“Jadi, situasi seperti ini menurut saya jadi justru bertolak belakang dengan spirit pemerintah baru yang berusaha memacu pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam rangka merealisasikan Indonesia Emas 2045,” ucap Bob,

Dia mengatakan, Apindo selaku asosiasi pengusaha menghormati proses hukum yang berlaku di Indonesia dan berkomitmen mendukung upaya
Pemerintah dalam melaksanakan ketetapan hukum yang berlaku sejak dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut.(Investor.id)

Join The Discussion

jualan,makanan,tradisional,UMKM,kota,tangerang,jajanan,enak,makanan,kekinian,