Anak muda Kampung Mrican, Kota Yogyakarta, mengubah selokan kumuh menjadi spot wisata yang menarik. Perekonomian masyarakat setempat mulai bergerak.
Beberapa tahun silam, selokan irigasi yang membelah permukiman padat Kampung Mrican, Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta itu kotor,dan berbau busuk yang menusuk. Saluran irigasi itu beralih fungsi seiring perubahan penggunaan lahan dari tanah pertanian menjadi permukiman. Selokan itu menjadi tempat pembuangan air limbah dan sampah rumah tangga, limbah peternakan, bahkan limbah rumah sakit.
Kini selokan Mrican itu menjadi tempat yang segar dan menyenangkan. Selokan selebar dua hingga tiga meter itu tampak bersih, bebas dari sampah. Tepiannya diturap dengan batu dan semen. Airnya mengalir cukup deras, jernih kehijauan. Di situ ikan nila dan ikan emas sibuk berenang ke sana kemari. Menyesuaikan dengan keadaan baru itu, rumah-rumah warga di tepian selokan pun bersolek bersih.
Gerakan revitalisasi selokan irigasi itu bermula sejak 2016. Ketika itu, anak-anak muda setempat melihat bahwa saluran air yang berasal dari Bendungan Kali Gajah Wong, lokasinya persis di pinggiran Kampung Mrican, lebih banyak memberikan masalah ketimbang manfaat. Airnya tidak bisa digunakan karena kotor, dan badan selokan tumbuh menjadi kotak sampah panjang yang berbau.
Maka, melalui wadah Karang Taruna, anak-anak muda itu berembuk. Mereka menggagas berbagai terobosan agar kondisi kampung menjadi lebih bersih dan rapi. Mula-mula, mereka hanya membuat anjuran agar warga menjaga kebersihan selokan. Namun, untuk membangun kesadaran warga akan kebersihan, semisal tidak buang sampah sembarangan, ternyata membutuhkan waktu.
Pada 2019, mereka mulai bergerak. Mereka memobilisir warga untuk memungut sampah dari badan selokan itu sampai nyaris tidak bersisa. Dinding selokan yang rompal-rompal ditambal dengan semen. Atas kesepakatan warga, membuang sampah ke selokan dilarang keras. Air limbah dari rumah warga pun harus disaring di bak kontrol dulu sebelum mengalir ke selokan.
Di luar dugaan, dukungan membeludak, dari kaum tua maupun muda. Awalnya, hanya ruas selokan sepanjang 100 meter yang berhasil dibersihkan. Tapi semakin hari semakin panjang saja. Mereka tak hanya bersih-bersih sampah, melainkan juga mengangkat lumpur dari lantai saluran irigasi. Maklum, di saluran itu selain penuh sampah juga terjadi pendangkalan yang cukup tinggi. Kalau dulu kedalaman air hanya sekitar 60 cm, sekarang sudah lebih satu meter.
Setelah aliran irigasi bersih, mereka merawatnya dengan memasang jaring-jaring di ujungnya untuk menyaring sampah agar tidak hanyut mengikuti aliran air. Sampah dikumpulkan untuk kemudian diangkut oleh petugas dari dinas kebersihan.
Saluran air itu tetap terjaga bersih dan segar. Kondisi itu memunculkan gagasan untuk budi daya ikan di selokan itu. Mereka menabur benih nila, tombro, dan koi. Kini ribuan ikan telah mengisi aliran irigasi tersebut. Ukuran ikan rata-rata lebih besar dari tangan orang dewasa.
Ada pula beberapa ikan sungai yang mulai masuk saluran irigasi. Seperti ikan lele, ikan wader, bahkan ikan patin. Sampai saat ini mereka sudah empat kali panen dari hasil budi daya ikan tersebut. Hasil panen dijual terutama kepada warga masyarakat Kampung Mrican, selebihnya dijual ke masyarakat lain. Sekali panen sekitar 850 kilogram.
Selain membersihkan selokan, masyarakat juga membersihkan lingkungan tempat tinggal. Menata pagar dan jalanan kampung serta mengecatnya. Mereka juga membuat taman-taman sebagai ruang terbuka hijau. Kampung kumuh itu sekarang tampak rapi, bersih, dan warna-warni. Bahkan bekas kandang babi yang dulu ada kini disulap menjadi ruang publik yang asyik untuk pertemuan atau sekadar istirahat.
Informasi keindahan penataan Bendung Lepen menyebar ke warga luar kampung berkat sosial media. Lokasi ini mulai ramai dikunjungi wisatawan domestik. Meski tidak ada restribusi masuk lokasi, perekonomian warga mulai bergerak. Banyak warga Mrican membuka usaha kuliner dan cendera mata.
Sekarang, saluran irigasi di Mrican itu menjadi salah satu destinasi wisata menarik di Kota Gudeg. Spot ini dinamai warga setempat sebagai Bendung Lepen Mrican Youth. Airnya mengalir jernih dengan ribuan ikan nila berwarna jingga. Pengunjung bisa berlama-lama di tempat itu sambil memberi makan ikan yang sudah disediakan, yakni pelet seharga Rp2.000 di wadah seukuran segelas air mineral, atau sekadar duduk di pinggir selokan dengan merendam kaki ke dalam air.
Inisiatif warga Mrican ini disambut baik pemerintah Kota Yogyakarta. Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menuturkan, saat ini pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah DI. Yogyakarta masih melanjutkan pengembangan kawasan Bendung Lepen di Mrican Giwangan, agar terintegrasi dengan kawasan pusat kerajinan perak, Pandeyan, Kotagede, yang berada di sisi seberang Sungai Gajah Wong. Integrasi dua wilayah itu ke depan ditargetkan melahirkan sebuah objek wisata baru bernama Taman Legawong atau kependekan dari Ledhok Gajah Wong.
Di Taman Legawong nanti dirancang agar wisatawan bisa naik perahu melintasi Kali Gajah Wong, tepatnya di bawah jembatan Tegal Gendu Kotagede. Kawasan itu juga akan dilengkapi sarana seperti flying fox, pusat kuliner tradisional, bengkel perajin, Situs Cinde Amoh, kampung sayur dan lorong buah. Tentu, masih terbuka opsi lain bila diperlukan.